Sabtu, 12 Mei 2018

chasing careers

Halo teman-teman, kali ini aku tergerak untuk membagikan isi pikiranku tentang "mengejar karir", mumpung waktunya cocok denganku yang baru lulus kuliah dan sedang berada di masa galau dalam pencarian pekerjaan yang sesuai. Sebelum masuk ke dalam pembahasan yang lebih dalam, kita harus mengerti dulu nih perbedaan antara karir dan pekerjaan, karena sebagian besar orang masih berpikir bahwa kedua hal tersebut adalah sama. Singkatnya, karir itu cita-cita kita, atau tujuan hidup kita dalam jangka panjang, misalnya kita bercita-cita jadi pengusaha hotel atau jadi pemilik restoran. Kalau pekerjaan itu hal yang kita lakukan untuk pihak lain, lalu sebagai gantinya kita akan dibayar. Mengejar karir itu bisa melalui berbagai jalan ya, salah satunya dengan bekerja pada pihak lain terlebih dahulu. Jadi, karir itu sudah pasti melakukan pekerjaan, tapi melakukan pekerjaan belum tentu proses mengejar karir.

Aku baru lulus kuliah Januari 2018 kemarin, lalu seperti kebanyakan fresh-graduate lainnya, aku mulai mencari pekerjaan. Dari awal aku sudah memutuskan untuk mengerucutkan hal yang menjadi kesukaanku dan membulatkan tekad ingin bekerja sesuai dengan kesukaanku itu; yaitu menulis. Latar belakangku adalah pendidikan arsitektur, yang sebagian besar lulusannya pasti bekerja di biro konsultan arsitektur. Sayangnya, minatku untuk bekerja di konsultan arsitektur tidak sebesar minatku dalam bidang tulis menulis. Dari sana, aku mulai melamar di perusahaan media cetak atau media online, sebagai editor atau content writer, namun tidak membuahkan hasil. Selama 3 bulan lebih aku menganggur, dan hal ini cukup menggangguku. Tekanan sosial dari teman-teman yang sudah mendapatkan pekerjaan, saudara-saudara yang tiap ketemu selalu bertanya 'Sekarang kerja dimana?', bahkan tetangga yang papasan di jalan juga ikut-ikut bertanya hal serupa. Sejujurnya ini masa terberat bagiku, apalagi jika aku bercerita pada orangtua tentang keinginanku untuk bekerja di bidang tulis menulis, responsnya kurang lebih selalu sama, 'Untuk apa susah-susah kuliah arsitektur kalau kerjanya ga nyambung?' atau 'Memangnya jadi penulis itu bisa mendatangkan uang yang banyak?' ya semacam itu lah, yang intinya meragukan keputusanku.


Di saat harapan mulai menipis, aku hampir menyerah sehingga mulai mengirimkan email pada perusahaan mana saja, termasuk konsultan arsitektur. Pikirku saat itu, lebih baik bekerja dan mendapat penghasilan, sambil menunggu waktu yang tepat untuk memulai karir sebagai penulis, daripada hanya menganggur di rumah. Pada pertengahan April, lamaranku mulai membuahkan hasil. Beberapa perusahaan memanggilku untuk interview, email lamaran kerjaku direspons, salah satunya adalah lamaranku di perusahaan konsultan. Di saat yang bersamaan, email lamaran pekerjaanku sebagai penulis arsitektur pun direspons. Sebut saja perusahaan konsultan ini adalah kantor A, dan kantor penulis arsitektur adalah kantor B. Kantor A menawariku gaji yang cukup untuk seorang fresh-graduate, dengan segala fasilitas dan dana tunjangan, serta kontrak awal yaitu 1 tahun. Kantor B menerimaku sebagai pekerja magang dengan periode belajar 4 bulan, dengan tunjangan transportasi yang bisa dibilang sangat minim.. Disini aku mengalami kegalauan luar biasa, karena merasa nasibku bergantung pada keputusanku. Di satu sisi aku butuh uang karena aku sudah menganggur cukup lama, namun di sisi lain aku juga ingin memperjuangkan karirku sebagai penulis. Teman-teman pembaca pasti dengan cepat akan menyuruhku untuk mengambil tawaran di kantor A, dengan segala kepastiannya, hidupku terjamin selama sekurang-kurangnya 1 tahun ke depan. Orangtuaku pun gigih membujukku untuk memilih kantor A saja, istilah yang digunakan mereka adalah 'karena kantor A lebih jelas juntrungannya'

Teman-teman pembaca yang budiman, kalian pasti sudah dapat menebak pilihan mana yang aku ambil. Ya, pada akhirnya aku melepas tawaran dari kantor A dan memilih kantor B. Mungkin kalian berpikir aku bodoh, atau menyia-nyiakan kesempatan, atau settle for less. Tapi aku punya beberapa alasan mengapa aku akhirnya memilih kantor B. Pertama, aku ingin mengejar karir, karena selama ini aku hidup tanpa punya cita-cita yang pasti dan berada dalam lingkaran kebingungan tentang apa yang sebenarnya jadi keahlianku. Saat aku sudah menemukan apa yang benar-benar aku suka dan benar-benar berniat untuk mengembangkannya, aku tidak rela jika harus mengorbankannya. Kedua, tindakanku memilih kantor B bukanlah menyia-nyiakan kesempatan. Justru disaat aku memilih kantor A lah, aku telah menyia-nyiakan kesempatan. Bayangkan, jika aku bekerja di kantor A selama minimal setahun, lalu saat akan berhenti dengan alasan ingin mengejar karir, muncul suara-suara dari sekitarku seperti, 'Sayang banget berhenti dari sana, kan kerjaan udah enak' atau 'Ngapain berhenti, belum tentu nanti ketemu kantor yang kayak gitu lagi.' yang pada akhirnya akan membuatku tidak jadi berhenti, dan hilanglah kesempatanku untuk memulai langkah awal menjadi penulis. Hal yang sering kita lupakan adalah, 'Kalau bukan sekarang, kapan lagi?' sekaranglah waktu untuk mengejar karir, karena 'nanti' akan berubah menjadi 'tidak akan pernah'. Ketiga, aku ingin bekerja dengan hati dan mencurahkan apa yang benar-benar aku bisa. Aku ingin melakukan apa yang aku suka dan mendapat uang dari sana. Karena fokus utamaku adalah meniti karir, bukan fokus kepada berapa yang aku dapat, lewat pekerjaan apapun. Keempat, karena aku tidak ingin kehilangan diriku sendiri dengan rela dibentuk oleh orang lain. Kelima, aku ingin bekerja dengan bahagia tanpa tertekan karena mengerjakan apa yang aku tidak suka.


Tentu jika ada di antara teman-teman pembaca yang saat ini belum berniat fokus pada cita-citanya dan sedang bekerja dengan fokus mencari pendapatan, aku tidak bilang itu hal yang salah, karena hidup juga butuh uang. Tetapi ingatlah untuk mengutamakan kesukaan kita, karena jika kita tekun mengembangkan hal yang kita suka, kita bisa mendatangkan uang dari sana juga lho.

Pada akhirnya, kita tidak perlu terlalu mendengarkan orang lain jika pendapat mereka tidak memberikan damai sejahtera untuk kita. Karena pilihan kita akan dijalani oleh kita sendiri. Orang lain hanya pemeran tambahan dalam hidup kita dan mereka tidak bisa berjalan dalam sepatu kita. Mungkin kita akan berjuang lebih berat karena pilihan yang kita buat, tapi semuanya akan berharga pada akhirnya. Pengalaman yang kita dapat selama meniti langkah karir adalah hal yang sangat berharga yang tidak dapat digantikan oleh uang. Setidaknya dalam menggapai cita-cita, kita sudah melakukan langkah pertama yang membuat kita lebih dekat dengan cita-cita itu.

Aku harap teman-teman yang sedang galau dalam memilih pekerjaan dapat lebih tercerahkan setelah membaca tulisan ini.
Jangan menyerah dan kejarlah mimpimu! Have a blessed day! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar