Minggu, 26 Februari 2017

love language

Karena ini masih bulan Februari, yang sering dihubungkan dengan Valentine, aku mau bahas sesuatu yang berhubungan dengan cinta, yaitu love language atau bahasa kasih. Aku memutuskan untuk membahas ini karena minggu lalu di gerejaku, khotbahnya membahas tentang bahasa kasih. Walaupun bahasa kasihnya bukan judul utama, tapi bagian bahasa kasih ini sangat menyentuh aku. Ibaratnya kalau ditanya, "apa yang kamu ingat dari khotbah minggu lalu?" aku akan menjawab tanpa ragu, "bahasan tentang bahasa kasih". Bagi teman-teman yang belum tahu apa itu bahasa kasih, aku jelasin pake kata-kataku sendiri ya. Jadi bahasa kasih kalau dilihat dari sudut pandang 'pemberi kasih', adalah cara mereka mengekspresikan kasih. Kalau dari sudut pandang 'penerima kasih', adalah bagaimana wujud kasih yang mereka sukai. Setiap orang pasti punya bahasa kasih, dan berbeda-beda satu dengan yang lain. Kasih tidak melulu antar pasangan, tapi bisa juga hubungan orangtua dan anak, hubungan pertemanan, atau hubungan persaudaraan.

Mungkin pembaca bertanya-tanya, "apa gunanya bahasa kasih?" atau "apa untungnya kalo gue tahu ini?". Dalam hubungan dengan orang lain, terkadang perselisihan yang terjadi itu muncul karena kita nggak paham apa bahasa kasih mereka, dalam hubungan percintaan misalnya, perempuan terkadang merasa tidak dikasihi oleh kekasihnya, padahal mungkin kekasihnya menunjukkan cintanya lewat bahasa kasih lain, yang tidak perempuan itu sadari. Dengan memahami apa bahasa kasih orang lain, kita jadi tahu bagaimana cara menyenangkan mereka, kita jadi bisa menghindari kesalahpahaman karena 'bahasa kasih yang tak sampai'.

Bahasa kasih bisa bermacam-macam, disini aku akan bahas 5 poin besar.
1. Kata-kata cinta

Bahasa kasih yang pertama adalah kata-kata cinta. Aku termasuk yang ini :) Jadi biasanya orang dengan bahasa kasih kata-kata cinta adalah orang yang suka dipuji, entah penampilannya atau hasil kerjanya, diberi pernyataan cinta secara verbal oleh pasangannya, intinya orang yang suka disenangkan lewat kata-kata.

2. Sentuhan

Orang dengan bahasa kasih sentuhan suka dengan kontak fisik, kalau istilah fans kpop itu 'skinship'. Mereka merasa dikasihi lewat rangkulan, berpegangan tangan, pelukan, tepukan ringan di pundak, dan sejenisnya.

3. Hadiah

Orang dengan bahasa kasih hadiah merasa dikasihi jika mereka diberikan hadiah. Hadiah disini bukan selalu yang mahal dan bermerk, pemberian sekecil apapun akan sangat dihargai oleh orang dengan bahasa kasih ini.

4. Quality time

Orang dengan bahasa kasih quality time sangat menghargai orang yang mau memberikan waktunya untuk dihabiskan bersama dengannya, entah itu sekedar mengobrol atau melakukan kegiatan bersama. Mereka merasa dikasihi lewat pengorbanan waktu orang lain.

5. Melayani

Bahasa kasih ini agak berbeda dari 4 poin sebelumnya. Jika 4 poin sebelumnya membahas dari sudut pandang 'penerima kasih', maka bahasa kasih ini membahas dari sudut pandang 'pemberi kasih'. Orang dengan bahasa kasih ini menunjukkan perasaan mengasihinya melalui tindakan melayani. Ia senang membantu dan memanjakan orang yang dikasihinya.

Pada dasarnya, semua orang mempunyai semua bahasa kasih di atas, hanya saja bahasa yang dominan berbeda-beda tiap orang. Sekarang setelah pembaca mengetahui bermacam-macam bahasa kasih, mulailah mencari apa bahasa kasih orang terdekatmu, dan senangkanlah mereka melalui bahasa kasih itu. Kunci dari hubungan yang berhasil adalah saling menyenangkan satu sama lain. 
Keep in mind that giving is always better than receiving. Lebih baik jika kita berfokus membagikan kasih, daripada berharap menerima kasih.
Aku pernah tidak sengaja menemukan quote ini yang membuatku ngeh kalau cara orang mengekspresikan kasih berbeda-beda.
"Just because someone doesn't love you the way you want them to, doesn't mean they don't love you with all they have." - Anonymous

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Jumat, 24 Februari 2017

silence won't solve anything

Hidup bersama orang lain yang berbeda latar belakang, norma-norma, dan kebiasaan seringkali membuat kita bertemu dengan yang namanya masalah. Gesekan-gesekan dalam hubungan pasti ada dan itu wajar. Yang tidak wajar adalah ketika kita diam dan menjauh saat masalah itu datang.

Kemarin aku mengalami hal yang tidak menyenangkan, internet di kost mati total dari sore sampai tadi pagi. Aku sempat menghubungi ibu pemilik kost via Whatsapp, tapi nggak direspon, dibaca pun nggak. Rasanya kesal, karena aku butuh penjelasan dan penyelesaian segera. Internet sudah jadi bagian yang penting dalam keseharianku. Mungkin kalau ibu kost membalas pesanku, aku bisa lebih tenang walaupun internetnya nggak serta merta aktif setelah aku mendapat balasan. Aku sadar yang aku butuhkan saat keadaan itu pertama-tama adalah respon, baru kemudian tindakan penyelesaian. Ya aku mencoba mengerti, mungkin ibu nggak hanya dapat komplain dariku, atau ibu punya kesibukan lain.

Mungkin saat membaca judul tulisanku kali ini, sebagian pembaca berpikir, "ah masa sih? Selama ini diam aja masalah beres kok", atau mempunyai prinsip wait and see, "ah lihatin aja dulu, nanti juga ketemu jalan keluarnya", atau pembaca adalah orang yang malas confront masalah, sehingga lebih banyak diam saat masalah itu muncul, istilahnya 'cinta damai', atau ada juga yang menghindar dari orang yang bermasalah dengannya, tetapi malah curhat ke orang lain, atau lebih parahnya curhat di medsos. Disini aku mau berbagi, berdasarkan pengalaman yang pernah aku alami, diam nggak akan menyelesaikan masalah. Mengapa? Karena diam hanya akan menimbun masalah itu, dengan bantuan waktu, semakin dalam sampai akhirnya dilupakan. Tetapi jika masalah tsb kemudian diangkat lagi, masih ada perasaan janggal yang tertinggal di hati. Lain halnya dengan masalah yang diselesaikan. Diselesaikan disini bisa dengan banyak cara, kalau dalam kasusku diselesaikan dengan diskusi, penjelasan, yang semacam itu. Penyelesaian masalah bisa langsung mengakhiri perasaan mengganjal itu, dan hubungan dengan orang yang bersangkutan juga dipulihkan, ditambah lagi karena sudah mengalami gesekan biasanya akan lebih akrab satu sama lain.
Terkadang, masalah yang didiamkan saja dan kita anggap selesai, belum tentu selesai di mata orang lain yang bersangkutan. Bayangkan mereka harus memendam ganjalan masalah di dalam hatinya sampai kemudian terlupakan, tapi harus mengingatnya lagi jika suatu hari tidak sengaja terbahas atau terangkat, dan harus menahan dirinya menghindar dari kalian, atau bersandiwara seakan tidak terjadi apa-apa di antara kalian sementara dalam hatinya bertanya-tanya "kok dia gitu banget sama gue?"

Aku pernah ribut dengan temanku, well, bukan tonjok-tonjokan. Lebih ke masalah antar wanita. Nah ini juga menjadi suatu hal yang sudah mendarah daging di budaya kita, yang menurutku salah. Entah mengapa, masalah antar wanita, walaupun sepele, akan membutuhkan waktu yang sangaaaat lama sampai akhirnya kedua pihak bisa akrab kembali. Lain halnya dengan laki-laki yang pagi berantem, sore udah rangkul-rangkulan lagi. Aku ingin wanita yang mempunyai masalah dengan wanita lain bisa segera menyelesaikan masalah mereka saat itu juga, atau setidaknya sebelum hari berganti, seperti yang dilakukan kaum laki-laki. Jujur saja, sebenarnya nggak enak kan punya masalah sama orang? Kita jadi otomatis menghindar atau menahan diri saat bertemu atau berada di situasi yang mengharuskan kita berada dalam lingkup yang sama dengan mereka. 

Suatu hari aku pernah bertanya ke temanku yang sedang mengalami masalah denganku, "kok diam aja? aku butuh penjelasan lho." dan direspon dengan "iya soalnya kalo dijawab nanti kita clash" disitu aku berpikir, ternyata ada tipe orang yang lebih suka diam dan menghindar saat mengalami masalah. Aku pun terkadang bisa menjadi seperti itu, tapi sekali lagi aku mengingat bahwa diam nggak akan menyelesaikan apapun. Aku mencoba membicarakan masalahku dengan dia, kami sama-sama berkompromi, memaklumkan perbedaan kebiasaan kami, sehingga masalah bisa teratasi. Hubungan kami bisa kembali seperti biasa lagi, dengan level pengertian yang meningkat.

Aku percaya dengan quote "keterbukaan adalah awal dari pemulihan", dalam hal ini keterbukaan dalam menyampaikan pendapat yang berbeda ya. Dengan mengatakan apa yang kita rasakan atau pikirkan, sebenarnya kita adalah orang yang berani lho. Tentu cara penyampaian juga penting, agar tidak menyinggung perasaan. Jadi untuk pembaca yang saat ini sedang berada di situasi tidak mengenakkan bersama orang di sekitar kalian, entah itu karena salah paham atau perbedaan cara pandang, selesaikanlah segera, bicarakan dari hati ke hati, pasang hati yang terbuka dan siap menerima semua pendapat, mudah-mudahan semua masalah bisa terselesaikan dan hubungan kembali seperti semula, You have to speak up, so others can understand you more.

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Kamis, 23 Februari 2017

birthday treat and souvenir, can we ask for it?

Halo, ini tulisan pertamaku. Sesuatu yang sangat mengganggu pikiranku akhir-akhir ini karena banyak orang-orang di sekitarku yang melakukan hal ini. Dulu aku pernah membaca sebuah tulisan dengan judul yang serupa, walaupun bukan dalam bentuk blog tapi lebih ke curhatan panjang di Path, dan itu sangat membuka pikiranku (terimakasih untuk penulisnya yang sudah membuatku menjadi lebih baik dan maaf bila aku tidak mengingat namamu).

Isi tulisannya membahas tentang bagaimana seseorang tidak boleh meminta oleh-oleh atau cinderamata kepada teman yang sedang pergi berlibur. Mungkin sebagian pembaca merasa aneh saat membaca judul tulisan ini. "Why shouldn't i?" "Isn't it normal?" mungkin pertanyaan sejenis itu sempat muncul di benak pembaca.

Aku mau membagikan pandanganku terhadap hal ini. Menurutku, it's not okay to ask for birthday treat and souvenirs. And why is that? Ayo kita bahas dari traktiran ulang tahun. Di pandanganku, ulang tahun adalah saat dimana seseorang merasakan "joy" yang sulit dijelaskan sensasinya yang tercipta dari dalam hati, biasanya seseorang yang berulang tahun mempunyai aura yang lebih menyegarkan dari hari lainnya. Saat aku ulang tahun, aku merasa hari itu adalah milikku, dan aku berbahagia karenanya. Aku ingin membuat hari itu berkesan dan kalau bisa aku ingin bahagia sepanjang hari. Aku merasa lebih sensitif di hari ulang tahunku, tapi tidak ingin membuat itu terlihat jelas di wajahku. Aku ingin semua orang di sekitarku ikut merayakan sukacita ulang tahun ini bersama. Kalimat yang mempunyai makna seperti "traktir ya jes!" rasanya tidak pantas untuk diucapkan, karena orang yang berulang tahun seharusnya yang diperlakukan seperti orang paling istimewa, bukan malah diminta untuk mengeluarkan uang mentraktir teman-temannya. Tapi jika orang yang berulang tahun memang ingin mentraktir, itu bukan masalah. Terkadang ada orang yang menurutku tidak bisa membaca situasi, mungkin menurutnya hanya bercanda, meminta ditraktir oleh orang yang jelas-jelas sedang tidak punya uang, so uncool.
Sebenarnya orang yang berulang tahun akan sangat berterimakasih jika orang-orang di sekitarnya mendoakannya agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik, seiring bertambahnya usia, bukannya malah 'ditodong'.
Souvenir atau oleh-oleh dari suatu tempat biasanya memang unik dan lucu-lucu, walaupun hanya sekedar gantungan kunci atau permen. Aku sebagai orang yang belum pernah pergi jauh, merasa sangat bahagia bila ada yang memberikan oleh-oleh. Rasanya seperti mereka memikirkan aku walaupun mereka sedang berada jauh dariku. Namun, menurutku sangat tidak baik jika oleh-oleh itu didapatkan karena kita memintanya. Bayangkan orang yang pergi, mereka mempunyai rencana jalan-jalan sendiri, kesibukan sendiri, mungkin budgetnya terbatas, tetapi harus meladeni permintaan kita untuk membelikan kita oleh-oleh yang bahkan seringnya tidak mengganti uang mereka, alias meminta secara cuma-cuma. Apalagi jika permintaan oleh-oleh kita adalah barang yang spesifik, misalnya baju merk xx di toko xx. Terbayang apa yang dirasakan teman kita yang dimintai seperti itu? :)

Dulu sebelum aku membaca tulisan tsb di Path, aku adalah orang yang dengan tidak tahu malunya berpesan kepada teman-teman yang akan berangkat ke luar negeri, "oleh-olehnya jangan lupa ya!". Maka dari itu, saat aku membaca tulisan itu, aku terus mengingatnya walaupun tulisan itu sudah lama kubaca, karena aku merasa sangat tertohok dengan statement di dalam tulisan itu. Lebih baik jika kita berpesan "have a safe flight" atau "have fun disana" ketimbang meminta oleh-oleh.
Seharusnya, kembalinya teman kita dengan selamat dari perjalanan liburan menjadi oleh-oleh yang tidak ternilai harganya untuk kita. Sedangkan oleh-oleh berupa barang merupakan bonus.
Semoga tulisan ini menginspirasi! Have a nice day! :)