Kamis, 14 Desember 2017

alone but not lonely


Haaaaaaalooooooooo lama banget rasanya aku engga nge-post, nyaris 5 bulan aku engga buat tulisan baru. Kadang-kadang muncul ide menulis tapi bingung gimana mengembangkannya, jadi idenya berakhir tidak tertuangkan deh hehehe. Semoga tulisan kali ini bisa membayar 5 bulan yang kosong ya!
Jadi kali ini aku mau curahkan pemikiranku tentang topik yang juga menjadi judul tulisanku. 'Alone but not lonely' yang mau ku tekankan konteksnya disini adalah 'alone' yang maksudnya dalam hal jalan-jalan, atau melakukan sesuatu yang menyenangkan sendiri, misalnya jalan-jalan ke mall, nonton di bioskop, makan di restoran, atau hanya sekedar jalan ke minimarket dekat rumah.
Aku orangnya sangat menikmati waktu sendiri, waktu dimana aku hanya sendiri, bisa memutuskan aku mau berbuat apa, pergi kemana, beli apa, nonton apa, makan apa, dll tanpa harus menunggu orang lain. Mungkin juga karena aku seorang introvert, jadi aku suka me time. Aku suka saat aku nonton film di bioskop sendirian, atau ketika aku makan di restoran dengan kursi untuk 2 orang tapi hanya aku sendiri yang mendudukinya, buatku hal ini engga jadi masalah. Tapi ada orang-orang yang langsung men-judge orang-orang seperti diriku. Biasanya judgement-nya berupa 'kasihan banget sih sendirian, pasti dia engga punya pacar' atau 'kasihan deh dia sendiri, ga ada teman kali ya?'
Aku cuma pengen bilang PLEASE, jangan asal nge-judge karena apa yang kamu lihat belum tentu sama seperti kenyataan. Orang-orang yang pergi sendirian mungkin aja emang ga ada teman atau pacar, tapi bisa juga mereka pergi sendirian karena mereka lebih suka seperti itu, dan bisa aja mereka ternyata uda punya pacar atau punya teman yang banyak, tapi ga bisa ikut pergi. Banyak kemungkinan, dan aku mau tekankan disini kalau ga ada yang salah dengan pergi sendirian, dan juga orang-orang yang suka pergi sendirian bukan berarti hidupnya menyedihkan dan kami juga engga perlu dikasihani :)
Dari sekian banyak keseruan yang bisa kamu dapatkan kalau pergi beramai-ramai bareng temen, pergi sendirian juga ngga kalah seru kok. Aku kuliah di luar kota, jadi saat tiba-tiba ingin pergi belanja kebutuhan sehari-hari, atau ingin makan sesuatu yang spesifik, atau ingin nonton film tertentu di bioskop, seringnya langsung mengeksekusi rencana sendirian, karena lebih bebas juga daripada saat di rumah. Beberapa kali aku mengajak teman untuk ikut, tapi sering juga mereka menolak karena sudah punya rencana lain.


Saat aku nonton bioskop sendirian, aku bisa menonton dengan lebih tenang tanpa harus berdiskusi dengan teman sebelahku, sehingga aku bisa lebih fokus dengan jalan ceritanya. Saat aku makan di restoran sendirian, aku engga perlu sungkan memesan makanan yang aku inginkan, karena tidak perlu musyawarah dulu dengan teman yang kadang memiliki selera makanan yang berbeda, dan bisa langsung pergi setelah selesai makan karena tidak harus menunggu teman yang belum selesai makan. Saat aku jalan-jalan sendirian ke mall, aku bisa memutuskan mau kemana saja tanpa harus meminta persetujuan teman. Intinya aku merasa hidup lebih efisien dan cepat jika dikerjakan sendiri.
Dari semua pendapatku di atas, aku juga masih suka kok pergi, makan, dan nonton bareng teman-teman. Hanya saja di waktu-waktu tertentu aku juga membutuhkan waktu untuk sendirian, tanpa berinteraksi dengan siapapun. Pergi sendirian selalu memberiku hal baru untuk dieksplor, melatih diri sendiri untuk cepat mengambil keputusan, lebih fokus dengan sekitar karena kita tidak perlu terus-terusan mengobrol dengan teman kita, dan melatihku untuk lebih berani karena kita bergantung pada diri sendiri.
Untuk teman-teman yang juga suka pergi sendirian, tidak perlu berpura-pura sibuk dengan gadget kita dengan alasan kita tidak ingin terlihat seperti anak hilang. Kalau aku pergi sendirian, aku lebih suka melihat sekitar dan menyimpan gadgetku di dalam tas, begitupula kalau aku sedang makan di restoran sendirian, aku lebih suka memperhatikan sekelilingku, dan hanya mengeluarkan gadget untuk mengambil gambar atau membalas pesan penting. Tidak perlu terlalu peduli dengan apa yang kira-kira orang pikirkan dan tidak perlu merasa menyedihkan jika sedang di luar sendirian, karena pergi sendirian bukan berarti kita kesepian dan ternyata sendirian asyik juga kok!

Have a nice holiday ahead! Merry Christmas! :)

Selasa, 11 Juli 2017

do not lower yourself, be humble instead

Halo, maaf menghilang selama bulan Juni, karena sedang suasana liburan jadi aku terkena writer's block :)) Pagi ini sambil sarapan sendirian, aku mendapat pencerahan tentang apa yang harus aku tulis (akhirnya). Setelah memikirkan apa saja yang mau kujadikan poin penting, aku langsung menyalakan laptopku, daripada keburu lupa :p

Teman-teman pembaca pasti sudah sangat familiar dengan ajaran tidak boleh sombong, harus rendah hati, dsb. Di sekolah pasti akan selalu diajarkan, baik di pelajaran agama, kewarganegaraan, bahkan di pelajaran bahasa indonesia bagian peribahasa. Tapi apakah kita benar-benar mengetahui diri kita sendiri? Jangan-jangan selama ini apa yang kita pikir adalah tindakan rendah hati, justru menjadi sebuah kesombongan yang tidak kasat mata; rendah diri. Mengapa aku mengatakan bahwa rendah diri adalah bentuk dari kesombongan? Hari ini aku akan berbagi isi pikiranku tentang hal ini.


Tak jarang di dalam pergaulan, kita mendengar teman kita mengucapkan "ah aku mah apa atuh, cuma ...." atau bahkan kita sendiri adalah orang yang suka mengucapkan kalimat ini. Mungkin konteks dan intensinya hanya untuk bercanda, apalagi biasanya setelah kata 'cuma' selalu diikuti oleh kata-kata benda yang lucu. Tapi sadarkah teman-teman, kalau orang yang senang berbicara seperti itu sebenarnya sedang merendahkan dirinya sendiri? Dengan berkata seperti itu, mereka merasa dirinya bukan apa-apa, bukan seseorang yang penting, dan tidak mampu melakukan hal yang hebat. Sama halnya dengan orang yang menurut kita over-rendah-hati, padahal sebenarnya mereka sedang merendahkan dirinya, misalnya "ah rumah besar apanya, ini cuma rumah gubuk kok" padahal rumahnya gedong, atau "ah masa sih aku cantik? kamu lebih lebih cantik" padahal dia memang beneran cantik, atau "sori ya, gue emang begini orangnya dari dulu, suka .... (nyusahin, nyebelin, atau sifat-sifat negatif lainnya, you name it)" yang intinya stating that he can't be changed.

Mengapa rendah diri adalah bentuk dari kesombongan?
Tolong digarisbawahi bahwa rendah diri dan rendah hati adalah dua hal yang berbeda. Rendah hati adalah ketika seseorang mempunyai kelebihan baik dalam hal materi, bakat, atau kemampuan, namun tidak menunjukkannya di hadapan orang lain demi mendapatkan pengakuan dan pujian. Rendah diri adalah ketika seseorang merasa tidak memiliki kelebihan apapun dan menyalahkan dirinya atas hal tersebut, sehingga cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar dan lingkaran sosialnya.


Manusia pada dasarnya diberikan talenta oleh Tuhan yang jumlahnya berbeda-beda tergantung kesanggupannya masing-masing. Ada yang punya banyak talenta dan ada yang punya sedikit talenta. Tugas manusia adalah mengembangkan talenta yang diberikan oleh Tuhan sehingga muncul talenta baru. Dengan merasa rendah diri yang artinya tidak memandang dirinya berharga dan mampu, sama saja kita tidak menghargai pemberian Tuhan. Seseorang tidak mungkin tidak memiliki kelebihan atau talenta apapun, ia hanya belum menemukannya.
Orang yang merendahkan dirinya sendiri di hadapan orang lain, cenderung mempunyai keinginan untuk disanggah argumennya oleh orang lain, semata karena ingin dirinya merasa lebih baik.
Orang yang merendahkan dirinya karena merasa sifatnya sudah mendarah daging dan tidak dapat diubah lagi, juga patut dipertanyakan. Secara tidak langsung mereka sudah merasa tinggi hati sehingga merasa tidak perlu mendengar saran orang lain dan tidak ingin berubah.


Semua orang adalah berharga dan memiliki kelebihan masing-masing. Satu orang tidak dapat dibandingkan dengan orang lainnya karena mereka berbeda. Jika ada orang lain yang memujimu, terimalah dan ucapkanlah terimakasih, karena kamu layak menerima pujian. Jangan menyangkal dengan mengatakan kalimat yang justru kebalikan dari pujian tersebut dan malah membuatmu dikasihani orang lain. Jangan lagi mengucapkan kalimat-kalimat yang merendahkan dirimu sendiri, maknailah setiap kata yang keluar dari mulutmu sehingga memberi dampak positif bagi orang lain.

Semua orang akan terus berkembang, bahkan sampai tua sekalipun manusia akan terus belajar mengenal dirinya sendiri. Karakter negatifmu yang sekarang kamu anggap sudah tidak bisa diubah lagi, pasti masih bisa berubah. Jadilah seseorang yang percaya diri dan tetaplah rendah hati.

Ini ada artikel bagus yang bisa dijadikan bahan perenungan, apakah selama ini kita rendah hati atau rendah diri?

Semoga menginspirasi! Have a nice holiday :)

Kamis, 25 Mei 2017

understanding friendship

Hai.. setelah sekian lama absen dari tulis menulis, i finally have something strong enough to make it into a feed.
Hubungan pertemanan itu susah susah gampang, bener ga sih? Biasanya sih orang cenderung akan berteman dengan orang lain yang menurutnya mirip dengan dirinya, atau punya kesukaan yang sama. Tapi yang pasti dari sekian kesamaan itu pasti ada hal-hal yang berbeda, apalagi kalau sudah mengenal teman kita lebih dalam. Semua perbedaan bisa langsung nampak. Khususnya kalau sama-sama perempuan. Biasanya ada seni tersendiri untuk bisa mempertahankan pertemanan.

Mungkin di sosmed banyak feed berupa foto atau status yang menunjukkan betapa akrabnya sepasang atau sekelompok sahabat. Yang suka pergi makan bareng ke restoran cantik yang harga makanannya bikin aku nyipit-nyipit ((karena ga sanggup lihat)), atau yang suka pergi bareng dengan baju-baju yang lagi in, atau sekedar caption ucapan ulang tahun yang penuh dengan emot love, kiss, dan panggilan sayang seperti beb atau honey dan semacamnya. Ga ada yang salah dari ini semua sih, karena setiap orang kan butuh mengekspresikan diri mereka dan butuh hal-hal yang membuat mereka bahagia. Tapi yang aku sayangkan adalah jika pertemanan atau persahabatan sekelompok orang hanya sampai disana. Ibaratnya dari sekian dalam lautan persahabatan dan hal-hal yang sangat banyak dari sahabat kita yang belum kita ketahui, kita hanya berenang di permukaannya. Kita hanya dekat karena kita sama-sama ingin senang-senang, tapi saat salah satu ada masalah, orang yang kita sebut sahabat malah acuh tak acuh terhadap masalah kita. Atau memberi kata-kata yang terkesan formalitas dan basa basi belaka, contohnya 'yang sabar ya..' tanpa memberi saran atau solusi sama sekali.

Aku tipe orang yang menghargai persahabatan. Jika aku sedang dekat dengan temanku, aku suka mengetahui keseharian mereka, aku juga suka jika temanku bercerita padaku, karena aku merasa dipercaya. Aku juga ingin selalu keep in touch dengan mereka. Hal yang cukup mengecewakan adalah saat sahabatku tidak bercerita apa-apa padaku, padahal aku tau ia sedang apa-apa, well.. 
Aku juga orang yang suka memberi saran pada teman-teman dan sahabatku, walau kadang tidak secara gamblang karena aku orang yang 'gak enakan'.

Sesuatu yang menyedihkan adalah apabila seorang sahabat pergi karena menganggap sahabatnya terlalu peduli padanya dan ia merasa risih. I mean, ga semua orang punya kualitas seperti itu dalam hal persahabatan, ga semua orang mau peduli dengan orang lain. Menjalin persahabatan juga termasuk relationship dengan orang lain, dan ini ga luput dari perselisihan. Saat terjadi perselisihan dengan sahabat, banyak orang lebih memilih 'kabur' atau diam-diam melupakan tanpa mengungkitnya lagi, tapi ada juga yang dengan jujur mengatakannya. Aku lebih suka tipe kedua, karena dengan mengatakannya, hubungan persahabatan menjadi lebih baik, kita juga lebih paham dengan cara berpikir sahabat kita, dan yang terpenting kita bisa membangun diri kita sendiri. Mengatakan masalah di antara hubungan persahabatan tidak selalu dengan baik-baik, terkadang ada percik amarah yang muncul karena sudah terlalu lelah. Sebelum marah-marah ada baiknya kita memahami bagaimana karakter sahabat kita, karena bukannya alih-alih berbaikan, malah ribut berkepanjangan.




Menjalin persahabatan tidak hanya senang-senang bersama, tapi juga saling menegur, mengingatkan, dan membangun satu sama lain. Disinilah letak pengertian itu ada. Disaat sahabat kita menasehati kita, kita harus mendengarkan dan mempertimbangkan nasehatnya, tidak perlu melakukan semuanya jika kita menganggap nasehatnya tidak cocok dengan situasi kita, namun dengan nasehatnya, kita bisa melihat dari sudut pandang lain yang bisa mempengaruhi keputusan akhir kita. Semua nasehat yang sahabat kita berikan, harus kita pahami bahwa itu adalah bentuk dari kepedulian mereka terhadap kita, bahwa mereka tidak ingin kita salah langkah.

Jika kita berada di sisi yang memberi nasehat pada sahabat kita, pahamilah bahwa adalah wajar jika tidak semua nasehat kita akan dilakukan olehnya, karena masing-masing orang mempunyai cara mengambil keputusan yang berbeda. Tapi, akan ada saat dimana sahabat kita tidak sedikitpun mendengarkan kita, yang bisa berujung pada hal yang tidak diinginkan. Jika hal ini sudah terjadi, hiburlah mereka, dan jangan kapok untuk terus peduli pada sahabat kita :)

Akhir kata, semua tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi, dan selalu menjadi pedang bermata dua untukku. Untuk semua pembaca tulisan ini, aku harap hubungan persahabatan kalian selalu dipenuhi dengan hal-hal bermakna. Persahabatan tidak hanya bicara soal hubungan yang membahagiakan, tapi juga hubungan yang berjarak, bagaimana kita mengakrabkan diri dengan sahabat kita kembali, itulah hal yang paling berharga.

"Friendship is love with understanding."

Always pray for your bestfriends! Cheers :D

Rabu, 12 April 2017

listen more, talk less


Halo! Ini tulisan pertamaku di bulan April. Cukup lama aku kepikiran tentang topik ini. Karena begitu banyak kejadian serupa terjadi di lingkaran pertemananku, akhirnya aku putuskan untuk menuangkannya dalam blog. Kalau ada kesamaan jalan cerita, mohon jangan tersinggung apalagi marah ya, karena maksudku untuk sharing, bukan attacking.

Judul kali ini adalah listen more, talk less. Pasti para pembaca udah familiar sama quote ini ya, artinya banyaklah mendengar, sedikitlah berbicara. Fenomena apa sih yang terjadi di sekitarku sampai aku mengangkat quote ini menjadi judul tulisanku? Yaa, jadi akhir-akhir ini aku ngeh aja kalo banyak orang yang gak mau mendengar tapi banyak ngomong (aku salah satunya lol), mungkin karena merasa pengetahuannya luas, jadi kita ingin membagikannya ke orang lain. Aku ga bilang ini salah sih, tapi saat diberitahu orang lain kita merasa diserang, gak terima, atau gak mau kalah, ini yang jadi salah.


Ada beberapa poin yang aku simpulkan dari topik ini, diantaranya:

1. We listen only to what we want to listen




Maksudnya apa? Jadi ini respons alami setiap orang yang dilakukan tanpa sadar, menyortir apa yang orang lain katakan padanya, dan hanya setuju pada pernyataan yang menurutnya benar saja, atau yang menyenangkan hatinya saja. Ini hal yang baik sebenarnya, karena kita kan tidak perlu mendengarkan hal-hal yang menurut kita tidak berguna, tapi jangan sampai respons ini menjadi berlebihan hingga tertanam menjadi karakter.

Untuk sesuatu yang bersifat kritik atau saran misalnya, jika kita tidak menyukainya, sejujurnya ada yang salah dalam diri kita. Mungkin ini masalah pride dan ego, yang membuat kita tidak bisa menerima kritik. Orang dengan karakter seperti ini jika dikritik biasanya hanya akan diam, pura-pura tidak mendengar, langsung badmood, atau langsung mengklarifikasi. Padahal, jika kita merendahkan hati dan mau mendengar, kritik dan saran dapat sangat membantu dan mengarahkan hidup kita. Jika kita dikritik atau diberi saran, kita bisa menerimanya dan menyaringnya kemudian, tidak serta merta menunjukkan sikap tidak suka dan penolakan. Siapa tahu, kita yang memang keliru tapi tidak menyadarinya, sehingga kita dikritik.

2. Orang-orang mendengar bukan untuk memahami dan mencerna, tapi untuk membalas


Bisa kubilang ini menjadi penyakit menahun banyak orang. Saat sahabat kita bercerita sesuatu yang privat kepada kita, misalnya tentang kisah cintanya, atau masalah keluarganya, kita cenderung mendengarkan sambil menyusun kalimat seperti apa yang harus kita lontarkan untuk merespon kisahnya. Padahal saat kita melakukan ini, mungkin saja kita melewatkan detail kecil dalam cerita sahabat kita, karena terlalu sibuk menyusun respon. Sebenarnya sebagian besar orang yang bercerita hanya butuh didengarkan. Biasanya sih, saran yang kita berikan juga pasti akan dipikirkan lamat-lamat oleh sahabat kita dan berakhir dengan tidak dilakukan, atau malah melakukan sesuatu yang berlawanan dengan yang kita sarankan. Karena pada dasarnya, mereka yang curhat hanya ingin didengar, berbagi beban pada orang lain yang dianggap dekat. Saran yang tidak berkenan biasanya tidak akan digubris, kembali lagi pada poin 1 :D

Kasus ini ga hanya terjadi dalam hal curhat antar sahabat, tapi juga disaat kita dikritik dengan kritikan yang tidak bisa kita terima. Biasanya kita akan langsung sibuk memikirkan fakta apa yang harus kita lontarkan, terkait karakter atau keadaan kita yang tidak memungkinkan untuk diubah lagi. Aku mempunyai teman seperti ini, yang tidak mau diberitahu dan merasa paling benar. Sebenarnya sifat seperti ini melelahkan orang lain, apalagi orang lain yang benar-benar peduli terhadap hidup kita.

3. Listening = Learning 


Dengan lebih banyak mendengar, kita bisa tahu lebih banyak, entah itu wawasan baru, atau kisah hidup orang lain. Maka dari itu, kita memiliki 2 telinga yang selalu terbuka dan 1 mulut yang tertutup.
"Open your mouth only if what you are going to say is more beautiful than silence."
Mudah sebenarnya untuk mendengarkan, asal kita merendahkan hati, gengsi, harga diri, dan ego kita. Karena dari setiap hal yang kita dengar, pasti ada sesuatu yang bisa kita ambil untuk dijadikan pelajaran. 

Bila ada yang ingin menanggapi dan merespons, silahkan tulis di kolom komentar ya! :D
Semoga menginspirasi. Have a nice day :3

Selasa, 28 Maret 2017

filthy language


Halo, gak terasa kita sudah sampai di penghujung bulan ketiga di tahun 2017. Kali ini aku mau membahas tema yang cukup serius tapi sering diabaikan oleh kebanyakan orang, yaitu filthy language. Apa sih arti filthy language? Kalau menurut hasil googling, filthy language itu kata-kata makian. Yang termasuk ke dalam kata-kata makian itu banyak, kata-kata yang bermakna kasar, tidak sopan, sumpahan, makian, kata-kata jorok, kata-kata bermakna vulgar, dan kata-kata yang bermaksud mengutuk (cursing). Gak perlu lah ya aku sebutin disini contoh kata-katanya seperti apa, pembaca pasti langsung terbayang maksudku.


Dalam pergaulan di kalangan remaja dan dewasa muda, pasti pembaca gak asing lagi dengan kata-kata kasar karena sudah sering mendengarnya diucapkan oleh teman-teman, atau bahkan pembaca sendiri sudah sering menggunakan kata-kata sejenis. Mengapa aku katakan ini tema yang cukup serius tapi sering diabaikan? Karena sebagian besar orang berpikir mengucapkan makian adalah hal yang wajar, padahal sebenarnya tidak. Bagi orang-orang yang tidak memakai kata-kata kasar dan makian dalam percakapannya, mendengar kata-kata tersebut dari orang lain benar-benar membuat telinga panas lho.

"Namanya juga anak muda, wajar lah ngomong gitu."
"Biasa aja kali ngomong gitu doang, yang lain juga sering."
"Uda kebiasaan dari dulu."
"Gw ikut-ikutan temen-temen gw aja."
"Makian uda jadi darah daging dan identitas gw."
"Kalo ga ngomong gitu rasanya ada yang kurang."
"Biasalah cowok mah emang suka ngomong kayak gitu."
Kira-kira begitu respon orang-orang kalau ditanya perihal bahasa kasar. Kalau dipikir-pikir, kebanyakan orang mengucapkan kata-kata kasar karena kesal atau kaget. Ada juga yang setiap bicara selalu menambahkan kata-kata seperti itu di awal atau akhir kalimatnya, semacam sudah menjadi kebiasaan.
Sebenarnya apa yang kita ucapkan merupakan cerminan dari isi pikiran kita. Jika yang kita ucapkan adalah kata-kata yang baik, berarti isi pikiran kita baik. Sebaliknya, jika yang kita ucapkan seringnya adalah makian dan kata-kata kasar, it means something is wrong with your mind.
Menggunakan kata-kata tersebut gak berarti apa-apa dan gak akan bikin keren,.Malah memberi kesan kasar dan tidak sopan. Lantas gimana caranya menghentikan kebiasaan berbicara kasar? Satu-satunya cara adalah mempunyai pengendalian diri yang baik. Pengendalian diri yang baik dimulai dengan pengertian yang baik. Dulu saat kelas 6 SD aku termasuk orang yang suka bicara kasar, karena diajari oleh teman sebangku yang bandel. Tapi saat masuk SMP, aku mulai berpikir bahwa bicara kasar hanya akan merusak citra diriku. Masuk perguruan tinggi, aku diajarkan oleh teman-teman komunitas untuk memperkatakan hal-hal yang membangun, karena ucapan tidak hanya cerminan pikiran kita, tapi juga doa. Bagaimana bisa maju jika yang diperkatakan adalah kata-kata tidak berguna? Teknik paling manjur untuk menahan diri agar terhindar dari mengucapkan kata-kata kasar adalah berpikir dahulu sebelum berbicara, atau jaman sekarang chat.
"Choose your words wisely, put your brain in gear, before you put your mouth in action."
Kata-kata makian tidak hanya yang bunyinya kasar lho, tapi juga yang membawa-bawa Tuhan, misalnya goddamnit, atau yalord. Kata 'anjir' juga menurutku adalah kata yang tidak pantas diucapkan. (Aku tidak pernah mengucapkannya lho, serius!) karena menurutku itu plesetan dari kata kasar kebun binatang.


Beberapa orang jatuh ke dalam kebiasaan berkata-kata kasar karena terbawa oleh teman sepermainannya. Menurutku, saat berada dalam kelompok pertemanan, kita tidak harus kok menerima semua yang ditawarkan oleh teman-teman kita, termasuk jika mereka sering berkata kasar. Kita bisa lho tetap menjaga ucapan kita dan justru memberi contoh pada teman-teman kita kalau kita masih bisa terlihat keren dan gaul tanpa harus mengucapkan makian.

Aku harap tulisan ini bisa menjadi bahan perenungan dan pertimbangan untuk teman-teman yang sering mengucapkan makian. Euphemism terkadang menjadi solusi yang ditawarkan untuk orang-orang yang sulit melepaskan kebiasaan memaki. Euphemism adalah mengucapkan kata lain sebagai ganti kata yang dianggap kasar, agar lebih enak didengar. Mungkin bagi sebagian orang ini sudah menjadi solusi final, tapi menurutku euphemism akan sama hasilnya dengan 'anjir', yaitu kita menggantikan kata 'anj***' dengan kata lain yang mirip, yang maksudnya tetap untuk memaki.
Jika kita bisa berhenti memaki, mengapa harus lanjut memaki? Walaupun itu dengan kata-kata yang sudah dibungkus cantik dengan kata plesetan.
Mulai hari ini, mari kita belajar untuk memperkatakan hal-hal yang positif dan bermanfaat. Semoga menginspirasi! Have a nice day :D

Rabu, 15 Maret 2017

respect the inferior


Halo, hari ini aku tergelitik untuk membahas tentang honor dan respect. Apa bedanya? Kalau kita cek di google translate, artinya sama-sama menghormati sih. Tapi aku mau tekankan bahwa menghormati antara to honor dan to respect itu berbeda. To honor itu menghormati karena jabatan, usia, kedudukan, jasa, dan sejenisnya, singkatnya menghormati seseorang atas apa yang menempel padanya, atas apa yang telah ia perbuat, atas prestasinya, atau atas keberhasilannya. Sedangkan to respect itu menghormati terlepas dari segala embel-embel yang aku sebutkan di atas. To respect berarti menghormati seseorang karena dirinya sendiri sebagai seorang individu, tidak peduli orang tersebut kaya atau miskin, pernah berbuat baik padamu atau tidak, memeluk agama yang sama atau tidak, berasal dari ras atau keturunan yang sama atau tidak, pekerjaannya tinggi atau tidak, respect sebaiknya diberikan sama rata pada semua orang. Kali ini aku akan membahas lebih jauh dari segi pekerjaan dan status.

Di dekat tempat kost ku ada sebuah supermarket. Aku lumayan sering berbelanja disana, jadi aku menyadari jika ada perubahan sedikit saja dalam penataan layout toko, mbak-mbak kasir yang sekedar berpindah posisi kasirnya, atau jika ada mbak kasir yang baru mulai bekerja. Awal-awal aku berbelanja disana, aku tidak pernah menatap mata mbak kasir saat ia mengucapkan terimakasih. Lalu aku berpikir, aku saja kalau sedang berbicara dan tidak ada yang perhatikan, rasanya kesal dan sedih. Apalagi mbak kasir? Yang setiap harinya melayani puluhan bahkan ratusan pembeli, mengucapkan terimakasih sambil menatap ke arah pembeli tapi pembeli hanya menatap ke arah bawah tanpa menghiraukan mbak kasir. Lama kelamaan aku sadar ada perubahan pada pelayanan kasirnya, mereka menyilangkan sebelah tangannya di dada sambil mengucapkan terimakasih plus dengan seyuman. Sejak saat itu aku selalu menatap balik mbak kasir lalu mengucapkan terimakasih kembali, aku ingin mbak kasir merasa bahwa masih ada yang menghargai dia yang berprofesi sebagai kasir supermarket.


Dari cerita singkatku di atas, aku ingin kita semua mulai menaruh respek pada orang-orang yang selama ini kita anggap mungkin kelasnya lebih rendah dari kita, yang bekerja sebagai kasir supermarket, tukang ojeg, tukang pecel lele depan rumah, officeboy di mall, pekarya di kampus, sopir, bahkan asisten rumah tangga. Dengan menatap mata mereka saat berbicara, mengucapkan terimakasih jika sudah dibantu, menyemangati pekerjaan mereka, meminta tolong dengan sopan tanpa terkesan bossy, pokoknya menganggap keberadaan mereka dan memosisikan diri dengan kedudukan yang sama. Karena mereka sama saja seperti kita, sama-sama manusia berakal budi dan berperasaan, yang kebetulan nasibnya mungkin tidak seberuntung kita. Mungkin menaruh hormat pada orang yang kaya, yang berjasa, atau yang berkedudukan tinggi rasanya mudah dilakukan dan otomatis tersistem di dalam pikiran kita. Namun, menaruh respek pada orang dengan 'kelas' yang kita anggap berada di bawah kita terkadang membuat kita berpikir dua kali. Butuh pemahaman bahwa terlepas dari pekerjaan mereka dan status pendidikan mereka, mereka adalah sama seperti kita. Jadi, perlakukanlah mereka sama dengan teman-teman kita.

Beberapa kali aku datang ke kampus, dan terpaksa melewati lantai yang sedang dipel oleh petugas kebersihan. Rasanya guilty luar biasa, apalagi jika aku ingat kalau sepatuku sedang kotor-kotornya karena hujan atau habis menginjak kubangan air. Biasanya aku akan bilang 'permisi ya pak' atau 'maaf ya pak jadi ngotorin', intinya menegur petugasnya. Lagi ngepel tapi diinjak-injak oleh sepatu yang kotor pasti sebal rasanya, karena aku sendiri sebal kalau hasil kerjaku diacak-acak orang lain. Pak petugasnya juga pasti akan lebih senang, setidaknya mereka akan membersihkan kembali jejak kotor kita dengan perasaan yang lebih tenang karena ada yang menganggap pekerjaan mereka.

Intinya adalah menghargai keberadaan mereka dan perasaan mereka. Walaupun bagi kita tidak berarti apa-apa dan tidak membawa dampak besar dalam hidup kita, ucapan terimakasih atau sekedar meminta dengan sopan dan dengan senyuman, bisa mengubah mood mereka seharian loh.
They are happy because somebody finally notice and acknowledge them as a person, not because of what they have or what they do.
Dengan memperlakukan mereka dengan hormat, mereka pasti akan lebih menghormati kita. Ada pepatah yang mengatakan bahwa 'untuk mendapatkan penghormatan, kita harus menghormati terlebih dahulu.' 

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Senin, 13 Maret 2017

how people should think about relationship


Halo, akhirnya ada juga tulisan yang dilahirkan setelah sekian lama nggak ngepost. Akhir-akhir ini aku banyak ngobrol dengan banyak orang tentang hubungan pacaran, bagaimana sudut pandang mereka, dan tujuan mereka dalam berpacaran. Tentu setiap orang punya pandangan masing-masing ya soal hal ini, aku nulis ini bukan bermaksud 'menyetir' setiap pembaca untuk punya prinsip yang sama denganku, aku disini mau share isi pikiranku aja. Jadi mari dibaca dan dicerna dengan pikiran dan perasaan terbuka. No hurt feelings :D


Tujuan pacaran tuh apa sih sebenarnya? Setelah aku mengalami ((pahit manisnya)) hubungan dengan lawan jenis, aku jatuh pada kesimpulan bahwa tujuan pacaran satu-satunya adalah untuk menikah. Pembaca pasti berpikir, ada pasangan yang hubungannya langgeng aja tuh, padahal kalau ditanya, 'mau dibawa kemana hubungan ini?' jawabannya ga jelas dan ga ada pasti-pastinya, yaitu 'jalanin dulu aja'. Jujur, dulu aku berpikir pacaran bisa dimanfaatkan untuk killing time, mengisi kesepian, menepis kebosanan, dan ya biar keren aja; ga jomblo. Tapi kemudian aku sadar bahwa pacaran yang model begitu ga akan membuat kita bahagia lama-lama. Mungkin awalnya manis, tapi lama-lama jadi hambar dan ga ada artinya. Ujung-ujungnya kita hanya akan merasakan patah hati yang ga perlu, karena ga bisa melangkah maju dengan hubungan itu. Masa selamanya kita mau pacaran melulu sama pasangan kita? Untuk menikah pasti banyak hal yang harus kita pertimbangkan dari pasangan kita, kalau dirasa memang gak bisa dibawa ke pelaminan, untuk apa dilanjutkan?

Mungkin ada kenalan pembaca, atau pembaca sendiri yang berhubungan selama bertahun-tahun tapi merasa hubungannya hanya jalan di tempat. Sudah saatnya mulai memikirkan hubungan yang jangka panjang dan bukan untuk sekedar senang-senang dan supaya ada yang memperhatikan 24 jam, atau lebih parahnya urung berpisah karena hubungan yang sudah lama dibina. Pacaranlah saat kedua pihak sudah merasa utuh dan dewasa, dalam arti tidak pacaran karena merasa kesepian. Aku pernah membaca sebuah tulisan di blog, yang mengatakan bahwa pacaran saat kedua pihak merasa kesepian akan menghasilkan hubungan yang penuh dengan kecurigaan dan sifat yang posesif. Pacaran tidak sesimpel saling suka lalu jadian. Pacaran seperti ini akan menuntun kita pada akhir yang tidak menyenangkan. Beberapa kenalanku ada yang sering gonta-ganti pasangan, dan bangga karena mempunyai mantan yang banyak. DUH *facepalm* Kita ga seharusnya bangga jika mempunyai mantan yang banyak, karena mempunyai mantan yang banyak berarti bukti bahwa kita tidak mampu dan gagal dalam menjalani hubungan pacaran dengan baik. Mengapa tidak mampu menjalani hubungan pacaran dengan baik? Karena tujuan pacarannya hanya main-main, mengisi waktu luang, dan berprinsip 'jalanin aja dulu'. As simple as that. Karena berprinsip seperti itu, saat masalah datang, dengan gampangnya 'putus' menjadi solusi bagi berdua. Lantas bagaimana dengan orang yang sudah terlanjur gagal dalam hubungan berpacaran berkali-kali? Ubah mindset bahwa pacaran tidak untuk main-main, tapi komitmen jangka panjang untuk saling mengenal satu sama lain sampai tiba di pernikahan.
Mantan adalah bukti kegagalan kita dalam menjalani hubungan percintaan, bukan sesuatu yang harus dibanggakan seolah medali yang dikoleksi.
Bagi pembaca yang seumuran denganku dan belum pernah menjalani hubungan pacaran, kalian harus berbangga hati. Jangan lantas berkecil hati, apalagi karena lingkungan sosial jaman sekarang yang seakan memandang orang yang belum pernah berpacaran sebagai orang yang cupu, culun, dan ejekan sejenisnya. Bersyukurlah karena pembaca masih sendiri sekarang karena dipersiapkan jodoh yang terbaik oleh Tuhan, Bersyukurlah karena pembaca telah dilindungi dari patah hati yang tidak perlu dan pemborosan waktu yang tidak berarti.
Lebih baik sendiri daripada berada dalam hubungan yang salah.

Daripada berfokus mencari pasangan karena latah oleh teman-teman yang sudah memiliki pasangan lebih dulu, lebih baik jika kita berfokus dalam meningkatkan kualitas diri sendiri dan berteman sebanyak-banyaknya, agar di saat yang tepat, kita dipertemukan oleh seseorang yang sepadan. Karena aku yakin, seorang yang baik kualitasnya, standar pasangannya juga akan meningkat. 'Pangeran akan jatuh cinta pada putri, bukan pada monyet.'

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Minggu, 26 Februari 2017

love language

Karena ini masih bulan Februari, yang sering dihubungkan dengan Valentine, aku mau bahas sesuatu yang berhubungan dengan cinta, yaitu love language atau bahasa kasih. Aku memutuskan untuk membahas ini karena minggu lalu di gerejaku, khotbahnya membahas tentang bahasa kasih. Walaupun bahasa kasihnya bukan judul utama, tapi bagian bahasa kasih ini sangat menyentuh aku. Ibaratnya kalau ditanya, "apa yang kamu ingat dari khotbah minggu lalu?" aku akan menjawab tanpa ragu, "bahasan tentang bahasa kasih". Bagi teman-teman yang belum tahu apa itu bahasa kasih, aku jelasin pake kata-kataku sendiri ya. Jadi bahasa kasih kalau dilihat dari sudut pandang 'pemberi kasih', adalah cara mereka mengekspresikan kasih. Kalau dari sudut pandang 'penerima kasih', adalah bagaimana wujud kasih yang mereka sukai. Setiap orang pasti punya bahasa kasih, dan berbeda-beda satu dengan yang lain. Kasih tidak melulu antar pasangan, tapi bisa juga hubungan orangtua dan anak, hubungan pertemanan, atau hubungan persaudaraan.

Mungkin pembaca bertanya-tanya, "apa gunanya bahasa kasih?" atau "apa untungnya kalo gue tahu ini?". Dalam hubungan dengan orang lain, terkadang perselisihan yang terjadi itu muncul karena kita nggak paham apa bahasa kasih mereka, dalam hubungan percintaan misalnya, perempuan terkadang merasa tidak dikasihi oleh kekasihnya, padahal mungkin kekasihnya menunjukkan cintanya lewat bahasa kasih lain, yang tidak perempuan itu sadari. Dengan memahami apa bahasa kasih orang lain, kita jadi tahu bagaimana cara menyenangkan mereka, kita jadi bisa menghindari kesalahpahaman karena 'bahasa kasih yang tak sampai'.

Bahasa kasih bisa bermacam-macam, disini aku akan bahas 5 poin besar.
1. Kata-kata cinta

Bahasa kasih yang pertama adalah kata-kata cinta. Aku termasuk yang ini :) Jadi biasanya orang dengan bahasa kasih kata-kata cinta adalah orang yang suka dipuji, entah penampilannya atau hasil kerjanya, diberi pernyataan cinta secara verbal oleh pasangannya, intinya orang yang suka disenangkan lewat kata-kata.

2. Sentuhan

Orang dengan bahasa kasih sentuhan suka dengan kontak fisik, kalau istilah fans kpop itu 'skinship'. Mereka merasa dikasihi lewat rangkulan, berpegangan tangan, pelukan, tepukan ringan di pundak, dan sejenisnya.

3. Hadiah

Orang dengan bahasa kasih hadiah merasa dikasihi jika mereka diberikan hadiah. Hadiah disini bukan selalu yang mahal dan bermerk, pemberian sekecil apapun akan sangat dihargai oleh orang dengan bahasa kasih ini.

4. Quality time

Orang dengan bahasa kasih quality time sangat menghargai orang yang mau memberikan waktunya untuk dihabiskan bersama dengannya, entah itu sekedar mengobrol atau melakukan kegiatan bersama. Mereka merasa dikasihi lewat pengorbanan waktu orang lain.

5. Melayani

Bahasa kasih ini agak berbeda dari 4 poin sebelumnya. Jika 4 poin sebelumnya membahas dari sudut pandang 'penerima kasih', maka bahasa kasih ini membahas dari sudut pandang 'pemberi kasih'. Orang dengan bahasa kasih ini menunjukkan perasaan mengasihinya melalui tindakan melayani. Ia senang membantu dan memanjakan orang yang dikasihinya.

Pada dasarnya, semua orang mempunyai semua bahasa kasih di atas, hanya saja bahasa yang dominan berbeda-beda tiap orang. Sekarang setelah pembaca mengetahui bermacam-macam bahasa kasih, mulailah mencari apa bahasa kasih orang terdekatmu, dan senangkanlah mereka melalui bahasa kasih itu. Kunci dari hubungan yang berhasil adalah saling menyenangkan satu sama lain. 
Keep in mind that giving is always better than receiving. Lebih baik jika kita berfokus membagikan kasih, daripada berharap menerima kasih.
Aku pernah tidak sengaja menemukan quote ini yang membuatku ngeh kalau cara orang mengekspresikan kasih berbeda-beda.
"Just because someone doesn't love you the way you want them to, doesn't mean they don't love you with all they have." - Anonymous

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Jumat, 24 Februari 2017

silence won't solve anything

Hidup bersama orang lain yang berbeda latar belakang, norma-norma, dan kebiasaan seringkali membuat kita bertemu dengan yang namanya masalah. Gesekan-gesekan dalam hubungan pasti ada dan itu wajar. Yang tidak wajar adalah ketika kita diam dan menjauh saat masalah itu datang.

Kemarin aku mengalami hal yang tidak menyenangkan, internet di kost mati total dari sore sampai tadi pagi. Aku sempat menghubungi ibu pemilik kost via Whatsapp, tapi nggak direspon, dibaca pun nggak. Rasanya kesal, karena aku butuh penjelasan dan penyelesaian segera. Internet sudah jadi bagian yang penting dalam keseharianku. Mungkin kalau ibu kost membalas pesanku, aku bisa lebih tenang walaupun internetnya nggak serta merta aktif setelah aku mendapat balasan. Aku sadar yang aku butuhkan saat keadaan itu pertama-tama adalah respon, baru kemudian tindakan penyelesaian. Ya aku mencoba mengerti, mungkin ibu nggak hanya dapat komplain dariku, atau ibu punya kesibukan lain.

Mungkin saat membaca judul tulisanku kali ini, sebagian pembaca berpikir, "ah masa sih? Selama ini diam aja masalah beres kok", atau mempunyai prinsip wait and see, "ah lihatin aja dulu, nanti juga ketemu jalan keluarnya", atau pembaca adalah orang yang malas confront masalah, sehingga lebih banyak diam saat masalah itu muncul, istilahnya 'cinta damai', atau ada juga yang menghindar dari orang yang bermasalah dengannya, tetapi malah curhat ke orang lain, atau lebih parahnya curhat di medsos. Disini aku mau berbagi, berdasarkan pengalaman yang pernah aku alami, diam nggak akan menyelesaikan masalah. Mengapa? Karena diam hanya akan menimbun masalah itu, dengan bantuan waktu, semakin dalam sampai akhirnya dilupakan. Tetapi jika masalah tsb kemudian diangkat lagi, masih ada perasaan janggal yang tertinggal di hati. Lain halnya dengan masalah yang diselesaikan. Diselesaikan disini bisa dengan banyak cara, kalau dalam kasusku diselesaikan dengan diskusi, penjelasan, yang semacam itu. Penyelesaian masalah bisa langsung mengakhiri perasaan mengganjal itu, dan hubungan dengan orang yang bersangkutan juga dipulihkan, ditambah lagi karena sudah mengalami gesekan biasanya akan lebih akrab satu sama lain.
Terkadang, masalah yang didiamkan saja dan kita anggap selesai, belum tentu selesai di mata orang lain yang bersangkutan. Bayangkan mereka harus memendam ganjalan masalah di dalam hatinya sampai kemudian terlupakan, tapi harus mengingatnya lagi jika suatu hari tidak sengaja terbahas atau terangkat, dan harus menahan dirinya menghindar dari kalian, atau bersandiwara seakan tidak terjadi apa-apa di antara kalian sementara dalam hatinya bertanya-tanya "kok dia gitu banget sama gue?"

Aku pernah ribut dengan temanku, well, bukan tonjok-tonjokan. Lebih ke masalah antar wanita. Nah ini juga menjadi suatu hal yang sudah mendarah daging di budaya kita, yang menurutku salah. Entah mengapa, masalah antar wanita, walaupun sepele, akan membutuhkan waktu yang sangaaaat lama sampai akhirnya kedua pihak bisa akrab kembali. Lain halnya dengan laki-laki yang pagi berantem, sore udah rangkul-rangkulan lagi. Aku ingin wanita yang mempunyai masalah dengan wanita lain bisa segera menyelesaikan masalah mereka saat itu juga, atau setidaknya sebelum hari berganti, seperti yang dilakukan kaum laki-laki. Jujur saja, sebenarnya nggak enak kan punya masalah sama orang? Kita jadi otomatis menghindar atau menahan diri saat bertemu atau berada di situasi yang mengharuskan kita berada dalam lingkup yang sama dengan mereka. 

Suatu hari aku pernah bertanya ke temanku yang sedang mengalami masalah denganku, "kok diam aja? aku butuh penjelasan lho." dan direspon dengan "iya soalnya kalo dijawab nanti kita clash" disitu aku berpikir, ternyata ada tipe orang yang lebih suka diam dan menghindar saat mengalami masalah. Aku pun terkadang bisa menjadi seperti itu, tapi sekali lagi aku mengingat bahwa diam nggak akan menyelesaikan apapun. Aku mencoba membicarakan masalahku dengan dia, kami sama-sama berkompromi, memaklumkan perbedaan kebiasaan kami, sehingga masalah bisa teratasi. Hubungan kami bisa kembali seperti biasa lagi, dengan level pengertian yang meningkat.

Aku percaya dengan quote "keterbukaan adalah awal dari pemulihan", dalam hal ini keterbukaan dalam menyampaikan pendapat yang berbeda ya. Dengan mengatakan apa yang kita rasakan atau pikirkan, sebenarnya kita adalah orang yang berani lho. Tentu cara penyampaian juga penting, agar tidak menyinggung perasaan. Jadi untuk pembaca yang saat ini sedang berada di situasi tidak mengenakkan bersama orang di sekitar kalian, entah itu karena salah paham atau perbedaan cara pandang, selesaikanlah segera, bicarakan dari hati ke hati, pasang hati yang terbuka dan siap menerima semua pendapat, mudah-mudahan semua masalah bisa terselesaikan dan hubungan kembali seperti semula, You have to speak up, so others can understand you more.

Semoga menginspirasi! Have a nice day! :)

Kamis, 23 Februari 2017

birthday treat and souvenir, can we ask for it?

Halo, ini tulisan pertamaku. Sesuatu yang sangat mengganggu pikiranku akhir-akhir ini karena banyak orang-orang di sekitarku yang melakukan hal ini. Dulu aku pernah membaca sebuah tulisan dengan judul yang serupa, walaupun bukan dalam bentuk blog tapi lebih ke curhatan panjang di Path, dan itu sangat membuka pikiranku (terimakasih untuk penulisnya yang sudah membuatku menjadi lebih baik dan maaf bila aku tidak mengingat namamu).

Isi tulisannya membahas tentang bagaimana seseorang tidak boleh meminta oleh-oleh atau cinderamata kepada teman yang sedang pergi berlibur. Mungkin sebagian pembaca merasa aneh saat membaca judul tulisan ini. "Why shouldn't i?" "Isn't it normal?" mungkin pertanyaan sejenis itu sempat muncul di benak pembaca.

Aku mau membagikan pandanganku terhadap hal ini. Menurutku, it's not okay to ask for birthday treat and souvenirs. And why is that? Ayo kita bahas dari traktiran ulang tahun. Di pandanganku, ulang tahun adalah saat dimana seseorang merasakan "joy" yang sulit dijelaskan sensasinya yang tercipta dari dalam hati, biasanya seseorang yang berulang tahun mempunyai aura yang lebih menyegarkan dari hari lainnya. Saat aku ulang tahun, aku merasa hari itu adalah milikku, dan aku berbahagia karenanya. Aku ingin membuat hari itu berkesan dan kalau bisa aku ingin bahagia sepanjang hari. Aku merasa lebih sensitif di hari ulang tahunku, tapi tidak ingin membuat itu terlihat jelas di wajahku. Aku ingin semua orang di sekitarku ikut merayakan sukacita ulang tahun ini bersama. Kalimat yang mempunyai makna seperti "traktir ya jes!" rasanya tidak pantas untuk diucapkan, karena orang yang berulang tahun seharusnya yang diperlakukan seperti orang paling istimewa, bukan malah diminta untuk mengeluarkan uang mentraktir teman-temannya. Tapi jika orang yang berulang tahun memang ingin mentraktir, itu bukan masalah. Terkadang ada orang yang menurutku tidak bisa membaca situasi, mungkin menurutnya hanya bercanda, meminta ditraktir oleh orang yang jelas-jelas sedang tidak punya uang, so uncool.
Sebenarnya orang yang berulang tahun akan sangat berterimakasih jika orang-orang di sekitarnya mendoakannya agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik, seiring bertambahnya usia, bukannya malah 'ditodong'.
Souvenir atau oleh-oleh dari suatu tempat biasanya memang unik dan lucu-lucu, walaupun hanya sekedar gantungan kunci atau permen. Aku sebagai orang yang belum pernah pergi jauh, merasa sangat bahagia bila ada yang memberikan oleh-oleh. Rasanya seperti mereka memikirkan aku walaupun mereka sedang berada jauh dariku. Namun, menurutku sangat tidak baik jika oleh-oleh itu didapatkan karena kita memintanya. Bayangkan orang yang pergi, mereka mempunyai rencana jalan-jalan sendiri, kesibukan sendiri, mungkin budgetnya terbatas, tetapi harus meladeni permintaan kita untuk membelikan kita oleh-oleh yang bahkan seringnya tidak mengganti uang mereka, alias meminta secara cuma-cuma. Apalagi jika permintaan oleh-oleh kita adalah barang yang spesifik, misalnya baju merk xx di toko xx. Terbayang apa yang dirasakan teman kita yang dimintai seperti itu? :)

Dulu sebelum aku membaca tulisan tsb di Path, aku adalah orang yang dengan tidak tahu malunya berpesan kepada teman-teman yang akan berangkat ke luar negeri, "oleh-olehnya jangan lupa ya!". Maka dari itu, saat aku membaca tulisan itu, aku terus mengingatnya walaupun tulisan itu sudah lama kubaca, karena aku merasa sangat tertohok dengan statement di dalam tulisan itu. Lebih baik jika kita berpesan "have a safe flight" atau "have fun disana" ketimbang meminta oleh-oleh.
Seharusnya, kembalinya teman kita dengan selamat dari perjalanan liburan menjadi oleh-oleh yang tidak ternilai harganya untuk kita. Sedangkan oleh-oleh berupa barang merupakan bonus.
Semoga tulisan ini menginspirasi! Have a nice day! :)